Senin, 09 Mei 2011

mengembang dan mengerut tanah


Mengembang dan mengerut salah satu sifat fisik tanah. Dimana sifat mengembang ditandai dengan terisinya semua ruang pori-pori tanah baik makro maupun mikro oleh molekul-molekul air dan gejala ini terjadi ketika tanah dalam keadaan basah. Sedang sifat mengerut tanah terjadi ketika tanah dalam keadaan kering setelah basah yang ditandai dengan semakin mengecilnya pori-pori tanah pada waktu mengerut.
Sifat mengembang pada tanah, selain pori-pori tanah yang terisi oleh air, juga retakan-retakan yang ada pada tanah. Pengembangan yang menyebabkan tertutupnya pori-pori tanah makro dan retakan tanah, mengakibatkan tanah kurang mampu menyerap air sehingga kelebihan air hujan akan menimbulkan aliran permukaan yang besar dan akibat yang lebih besar adalah terjadinya banjir yang dapat membahayakan kesuburan tanah dan bahkan kehidupan manusia.
Beberapa jenis tanah mempunyai sifat mengembang dan mengerut sehingga mengalami pecahan-pecahan pada musim kering. Sifat mengembang dan mengerut tanah disebabkan oleh kandungan mineral dari monmorilonit yang tinggi dan rendah. Besarnya pengembangan dan pengerutan pada tanah dinyatakan dengan Cole. Mineral dibedakan menjadi dua yaitu mineral primer dan mineral sekunder. Mineral primer adalah mineral asli yang terdapat dalam batuan yang melapuk yang terdiri dari fraksi-fraksi pasir dan debu. Mineral sekunder adalah mineral primer yang menghasilkan mineral baru yang esensial untuk perkembangan dan penyuburan yang umunya terdapat dalam fraksi liat yang sering ditemukan dalam tanah antara lain kaolinit, haloisit, montmorillonit, gibsit (Al Oksida), Fe Oksida dan lain-lain. Mineral liat sekunder besar pengaruhnya terhadap sifat-sifat fisik tanah seperti kapasitas tukar kation, daya mengembang dan mengerut tanah dan lain-lain (Hardjowigeno, 2003).
Mengembang dan mengerut merupakan ciri ke tiga dan ke empat dari lempung silikat. Sifat ini menyebabkan oleh kandungan air relatif, terutama yang berada diantara satuan-satuan struktur misel. Mengembang dan mengerut, kohesi dan plastisitas berhubungan erat satu sama lain. Ciri-ciri ini tergantung tidak hanya pada campuran lempung dalam tanah dan kation diadsorpsi yang menguasai akan tetapi juga sifat dan jumlah humus yang terdapat bersama koloida anorganik (Buckman, 1982).
Tanah Alfisol memiliki horizon argilik dan terletak di kawasan yang tanahnya paling dari 35% di dalam horizon argilik. Alfisol berarti bahwa basa-basa dilepaskan ke dalam tanah oleh pengikisan hampir secepat basa-basa yang terlepas karena tercuci dengan demikian Alfisol menempati peringkat yang hanya sedikit lebih rendah dari pada Millisol untuk pertanian. Pada tanah Alfisol yang bertekstur liat akan mengandung pori mikro yang lebih banyak sehingga tanah tersebut mampu memegang air lebih banyak yang akan mempengaruhi tingkat pengerutan tanah. Tanah yang mengandung mineral liat mempunyai sifat mengembang dan mengerut. Tanah Alfisol mempunyai sifat mengembang bila basah dan mengerut bila kering. Akibatnya pada musim karena tanah mengerut akan terjadi pecah-pecah, sifat mengembang dan mengerutnya tanah disebabkan oleh kandungan mineral liat dan montmorilonit yang sangat tinggi (Foth, 1988).
Mineral liat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu liat silikat dan liat oksida. Tanah yang mengandung mineral liat mempunyai sifat mengembang bila basah dan mengerut bila kering. Akibatnya pada kering karena tanah mengerut akan menjadi pecah-pecah, sifat mengembang dan mengerut tanah disebabkan oleh kandungan mineral liat dan montmorilonit. Mineral liat juga dapat dikelompokkan ke dalam empat jenis tipe yaitu : 1 : 1 adalah struktur mineral liat yang tersusun atas silikat tetrahedral dan satu lempeng oktahedral seperti Kaolinit dan Haloisit. Tipe 2 : 1 yaitu struktur mineralnya tersusun atas dua lapisan Silikat tetrahedral dan satu alumina, Oktahedron, seperti montmorilonit, mika dan illit. Tipe campuran yang teratur dimana struktur liatnya tersusun atas lapisan-lapisan yang berlainan secara bergantian. Dan tipe yang terakhir yaitu dengan struktur rantai yang tersusun atas
Silika tetrahedron dan aluminium oktahedron tiga buah (Hakim, 1986).
Mengembang dan mengerut merupakan ciri ke tiga dan ke empat dari lempung silikat. Sifat ini menyebabkan oleh kandungan air relatif, terutama yang berada diantara satuan-satuan struktur misel. Mengembang dan mengerut, kohesi dan plastisitas berhubungan erat satu sama lain. Ciri-ciri ini tergantung tidak hanya pada campuran lempung dalam tanah dan kation diadsorpsi yang menguasai akan tetapi juga sifat dan jumlah humus yang terdapat bersama koloida anorganik (Buckman, 1982).
Montmorilonit terdiri dari dua lapis silika dengan lapisan alumina terikat erat oleh atom oksigen yang dimana struktur terikat begitu lepas oleh penghubung oksigen yang sangat lemah, sehingga kisi hablur seperti puputan mengembang sangat mudah. Akibat hablur montmorilonit dapat mudah pecah menjadi butir-butir yang besarnya mendekati satuan struktur tunggal. Montmorilonit akan berkerut jika dikeringkan, butir-butirnya berkeping halus dan mudah didispersikan (Foth, 1988).
Montmorilonit mengakibatkan tanah Inceptisol mempunyai sifat mengembang dan mengerut dengan penjenuhan dan pengeringan. Potensi pengembangan dan pengerutan tanah berkaitan erat dengan tipe dan jumlah liat dalam tanah. Tanah Inceptisol yang banyak mengandung mineral liat akan memperlihatkan sifat mengembang pada waktu basah karena kation-kation dan molekul air mudah masuk pada rongga antara kristal mineral. Tanah yang mengembang selalu banyak liat, dimana mungkin saja mempunyai kemampuan yang tinggi menyimpan air, akan etapi peredaran udara dalam tanah atau aerase tidak baik, penambahan bahan organik akan mengurangi masalah kekurangan air pada tanah berpasir. Bahan organik membantu mengikat butiran liat dan membentuk ikatan yang lebih besar sehingga memperbesar ruang-ruang udara diantara ikatan butiran (Pairunan, dkk, 1997).
Di daerah tropika dimana proses pembentukan terganggu atau diperlambat oleh musim kering dan terjadi pengerutan yang ditemukan pada daerah debu Alopan. Pada daerah tropika yang lebih basah Inceptisol dijumpai secara lokal berasosiasi dengan ordo tanah lainnya yang lebih berkembang dan terdapat pada posisi geomorfik khusus yang berhubungan dengan kegiatan erosi aktif dan sedimentasi (Lopulisa, 2004).
Persentase pengembangan tanah Alfisol pada lapisan I sebesar 33,3 % dan persentase pengerutan sebesar 1,5 %. Berdasarkan data yang terlihat maka dapat dikatakan bahwa tanah pada lapisan I ini mengalami pengembangan dan pengerutan. Pengembangan terjadi karena tertutupnya pori-pori tanah oleh air setelah mengalami keretakan sedangkan pengerutan terjadi karena adanya pengeringan pada tanah yang telah mengembang dan akan retak apabila persentase pengerutannya besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Hardjowigeno (1995) yang menyatakan bahwa beberapa jenis tanah mempunyai sifat mengembang dan mengerut dan mengalami pecah-pecah pada musim kering.
Persentase pengembangan tanah pada lapisan II tanah Alfisol adalah sebesar 30 % dan pengerutan sebesar 2,1 %. Persentase pengembangan pada lapisan II mengalami penurunan bila dibandingkan dengan lapisan I, akan tetapi persentase pengerutan pada lapisan II mengalami peningkatan dari lapisan I maupun lapisan III. Pengerutan seharusnya lebih tinggi pada lapisan I karena lapisan I mendapat penyinaran yang lebih banyak daripada lapisan II. Akan tetapi pada percobaan ini justru lapisan II yang memiliki persentase pengerutan yang lebih tinggi dari kedua lapisan. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Foth (1994) yang menurutnya persentase pengerutan tertinggi berada pada lapisan I sebagai silikat dari proses penguapan air tanah yang tinggi pada lapisan.
Persentase pengembangan tanah pada lapisan III tanah Alfisol yaitu sebesar 26,7 % dan persentase pengerutan sebesar 1,4 %. Persentase pengembangan dan pengerutan pada lapisan III ini lebih kecil bila
dibandingkan dengan persentase pengembangan dan pengerutan pada II lapisan di atasnya. Ini terjadi karena kandungan bahan organik pada lapisan III sangat rendah yang bisa menyebabkan mengecilnya ruang pori tanah pada lapisan III. Hal ini sesuai dengan pendapat Buckman (1982) yang menyatakan bahwa sifat mengembang dan mengerut tidak hanya disebabkan oleh campuran lempung dalam tanah dan kation diadsorpsi yang menguasai akan tetapi juga sifat dan jumlah humus yang terdapat bersama koloida anorganik.
DAFTAR PUSTAKA
Buckman, H., 1982. Ilmu Tanah. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.
Foth, H.D., 1988. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Hakim, N.M., 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung.
Hardjowigeno, S., 2003. Ilmu Tanah. Akapres, Jakarta.
Lopulisa, Christianto., 2004. Tanah-Tanah Utama Dunia. Lhepas, Makassar.
Pairunan, A.K,. 1997. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. BKPTN – IT, Makassar


Tidak ada komentar:

Posting Komentar